Berawal dari
Perbincangan 4 orang anak rantauan dari timur Indonesia di sebuah kamar
berukuran 4x4 meter untuk mencoba melangkahkan kaki ke negeri tetangga. ya, singapura dan Malaysia adalah tujuan awal
keluar dari zona “bahasa” Indonesia ini.
Tepatnya pada bulan Oktober 2011, 4 sekawan ini menyebut diri mereka
dengan sebutan Laskar Koteka. Laskar Koteka membuat sebuah perjanjian diatas
sebuah kertas yang berisi pengikraran mengumpulkan sejumlah uang yang digunakan
untuk biaya akomodasi dan transportasi selama petualangan ini dimana dana
tersebut tidak dapat ditarik kembali oleh pemiliknya. Pasti tidak ada yang
menyangka bahwa keberangkatan yang mereka rencanakan bukan dalam waktu 3 sampai
6 bulan kedepan tetapi untuk masa yang lama, tepatnya hari yang ditunggu-tunggu
itu tiba pada hari sabtu, 11 oktober 2013. Walaupun proses menuju hari yang
ditunggu itu terdapat banyak cobaan dan tantangan dari hal, tidak mampu lagi
untuk membayar iuran bulanan, kesibukan masing masing hingga hal-hal kecil
lainnya. Tetapi kekuatan dari keinginan 4 sekawan untuk meloncat keluar dari
batas nyaman ini yang membuat semuanya menjadi nyata.
Hari H telah tiba, terjadi
hal-hal diluar dugaan, 1 kawan harus berangkat pada sore hari dan itu berarti
akan ditinggalkan oleh 3 kawan lainnya yang telah duluan berangkat pada pagi
harinya. Perjalanan diawali dengan menaklukan patung Merlion berada, singapura.
Kota yang pada tahun ini di beri predikat sebagai kota termahal di dunia ini
merupakan salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi para turis
mancanegara khususnya turis Indonesia setiap tahunnya, negeri dengan tingkat
disiplin masyarakat dan pemerintahan terbaik menghasilkan negeri yang begitu
teratur dan tertib.
Singapura adalah negeri yang
terencana, dan berhasil menjadi tempat pelabuhan dan persinggahan manusia
ataupun barang di kawasan asia. Ketika pesawat pertama kali mendarat di bandara
internasional changi, panjatan syukur tidak henti-hentinya keluar dari bibir
para penjejak langkah ini. Tidak ada yang berbeda tentunya jika dilihat dari
dalam pesawat yang baru saja mendarat, namun hal tersebut langsung berubah 180
derajat ketika memasuki gedung bandara internasional changi tersebut. Maklum,
hanya beberapa bandara saja yang pernah kami singgahi selama ini, tentunya
mengambil gambar pada setiap sudut bandara adalah suatu kewajiban untuk
menyimpan memori kenangan yang akan kami simpan. Seperti orang yang baru pertama kali datang
ke tempat yang baru dan asing, dengan latar belakang bahasa dan budaya yang
berbeda pula. Hal itu terlihat wajah-wajah bingung kami tampilkan, namun hal
tersebut tidak bertahan lama dikarnakan kami juga telah mengantisipasi
“ackward” moment tersebut dengan mengumpulkan informasi-informasi sebanyak
mungkin sebelum keberangkatan ini.
Tibalah kami di sebuah loket
untuk membeli tiket kereta menuju penginapan. Life is a journey, mungkin
kalimat tersebut sangat kami ‘resapi’ pada petualangan pertama kami diluar kawasan
ibu pertiwi, hanya bermodal informasi dari internet ternyata belum membuat
perjalanan yang kita harapkan berjalan dengan baik. Alamat penginapan yang
tertera pada di situs tempat kami memesannya berbeda dengan alamat yang
sebenarnya, disinilah kata ‘survive’ pantas untuk di letakkan. Singkat cerita,
dengan proses pencarian yang memakan waktu kurang lebih 4 jam dan bantuan yang
tidak akan kami lupakan dari sopir bis
yang rela kami buat pusing dan juga dengan senang hati menawarkan hapenya untuk
dipakai menghubungi pemilik penginapan. Akhirnya kami tiba di depan hotel ala
backpacker. Rasa Lelah seakan ditepis dengan keinginan untuk segera menuju ikon
Singapura, Patung Merlion. Hanya menyimpan barang dan istirahat sejenak, kami
langsung menuju tempat tersebut. Daya Tarik merlion begitu kuat bagi para
wisatawan ketika melancong ke singapura, sehingga ada sebuah anekdot yang
mengatakan jika kamu ditanyakan oleh petugas imigrasi dibandara perihal tujuan
kamu ke singapura, dengan kamu cukup menjawabnya “saya hanya mau numpang foto
saja pak di patung singa itu (merlion).
Cerita hari pertama belum selesai
sampai situ. Kami bertiga harus menjemput kembali 1 orang kawan yang baru tiba
pada malam harinya. petualangan pun berlanjut, al kisah 3 sekawan ini sudah janjian
bertemu dengan kawan yang baru saja tiba di salah satu stasiun yang sudah
direncanakan sebelumnya namun terjadi miss komunikasi. Sehingga waktu semakin
larut ketika kami bertemu denga satu kawan itu. waktu menunjukkan pukul 23.00
dan itu menandakan kereta sudah tidak beroperasi lagi. Dan mau tidak mau kami
naik taxi menuju penginapan untuk istirahat sejenak menghilangkan lelah di hari
pertama ini. Sekali lagi Life is a Journey, just enjoy it and never regrets it.
Jika terdapat 2 pilihan, pilih kedua-duanya.
Sebenarnya tujuan Negara yang ingin ditaklukan adalah singapura, namun seiring dengan berjalannya waktu anggota dari laskar koteka mencoba mengimprovisasikan perjalanan “se-paket” itu, dari rencana menjelajahi Singapura-Brunei-Kuala Lumpur, hingga Singapura-Thailand namun dilihat-lihat rencana yang paling pas untuk awal ini dengan budget yang tersedia adalah rute Singapura-Kuala Lumpur, maka kata mufakat keluar. Setelah hari pertama dilalui dengan begitu ‘luar biasa’ hari kedua tidak kalah luar biasanya, dengan agenda laskar koteka ‘menaklukan’ sentosa island, sentosa island adalah sebuah pulau “buatan” yang berisi tempat pusat bermain keluarga, mungkin kalau di Indonesia seperti layaknya Ancol. Objek Globe berukuran jumbo Universal Studios adalah objek empuk untuk meninggalkan jejak Laskar Koteka dalam sebuah potret memori, setelah sudah puas dengan perjalanan di sentosa island kami memutuskan berpisah dengan 2 kawan laskar koteka lainnya, jadi laskar koteka terbagi menjadi dua kelompok, hal itu terjadi dikarenakan anggota yang baru datang tadi malam, belum sempat mengabadikan momen di patung merlion lalu disisi lain kelompok satunya akan duluan menuju kuala lumpur dikarenakan kawan satunya akan balik ke tanah air duluan karna keesokan harinya harus balik ketanah air disebabkan ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Terjadilah dua kubu laskar koteka, mereka segera bergegas menuju dua tempat berbeda. Sebut saja laskar koteka A menuju Terminal Bis Tujuan Malaysia- Kuala Lumpur dan Laskar koteka B menuju Terminal menuju Patung Merlion.
Sebenarnya tujuan Negara yang ingin ditaklukan adalah singapura, namun seiring dengan berjalannya waktu anggota dari laskar koteka mencoba mengimprovisasikan perjalanan “se-paket” itu, dari rencana menjelajahi Singapura-Brunei-Kuala Lumpur, hingga Singapura-Thailand namun dilihat-lihat rencana yang paling pas untuk awal ini dengan budget yang tersedia adalah rute Singapura-Kuala Lumpur, maka kata mufakat keluar. Setelah hari pertama dilalui dengan begitu ‘luar biasa’ hari kedua tidak kalah luar biasanya, dengan agenda laskar koteka ‘menaklukan’ sentosa island, sentosa island adalah sebuah pulau “buatan” yang berisi tempat pusat bermain keluarga, mungkin kalau di Indonesia seperti layaknya Ancol. Objek Globe berukuran jumbo Universal Studios adalah objek empuk untuk meninggalkan jejak Laskar Koteka dalam sebuah potret memori, setelah sudah puas dengan perjalanan di sentosa island kami memutuskan berpisah dengan 2 kawan laskar koteka lainnya, jadi laskar koteka terbagi menjadi dua kelompok, hal itu terjadi dikarenakan anggota yang baru datang tadi malam, belum sempat mengabadikan momen di patung merlion lalu disisi lain kelompok satunya akan duluan menuju kuala lumpur dikarenakan kawan satunya akan balik ke tanah air duluan karna keesokan harinya harus balik ketanah air disebabkan ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Terjadilah dua kubu laskar koteka, mereka segera bergegas menuju dua tempat berbeda. Sebut saja laskar koteka A menuju Terminal Bis Tujuan Malaysia- Kuala Lumpur dan Laskar koteka B menuju Terminal menuju Patung Merlion.
Kisah unik terjadi kembali,
Laskar koteka A yang duluan menuju Kuala Lumpur sedikit kehilangan arah, hal
itu terjadi di perbatasan Singapura dan Malaysia, setelah melewati pemeriksaan
passport kami keluar dan kehilangan arah dari rombongan bis kami, dan singkat
cerita kami ketinggalan bis, menunggu dan menanyakan petugas serta
penumpang-penumpang disekitar di wilayah yang begitu asing memang cukup
‘exciting’. Akhirnya kami bertemu warga Malaysia-china yang memiliki tujuan
sama dengan kami, ya kuala lumpur. Dikarenakan kami tidak mengetahui apapun,
kami mangut saja dengan instruksi dari Chi-chi Malaysia itu. naik taxi dari
terminal perbatasan menuju terminal antar kota di Malaysia. Lalu dilanjutkan
dengan bis menuju kuala lumpur dan Alhamdulillah tiba di penginapan kami di
kuala lumpur, tepatnya di wilayah china town. Kisah unik lainnya terjadi di
tempat berbeda, laskar koteka B yang telah puas melihat ikon singapura, lalu
menuju kuala lumpur dengan insrtuksi dari laskar koteka A, pengalaman yang yang
dirasakan Laskar Koteka A semoga tidak dirasakan kembali oleh laskar koteka B,
cerita unik dan mendebarkan ternyata tidak bisa terpisahkan oleh laskar koteka,
hal itu terjadi oleh laskar koteka B di perbatasan Singapura-Malaysia. entah
apa yang dipikirkan oleh Kawan satu ini, dia tidak segera turun dari bis untuk
pemeriksaan passport, hal itu mengundang kecurigaan oleh petugas keamanan
setempat. Dan akhirnya mereka diciduk untuk diperiksa di ruang interogasi. hanya
mereka berdua, petugas dan Allah yang tahu
apa yang terjadi selama interograsi tersebut. Singkat cerita, saat jam
menunjukkan pukul 02.00, Akhirnya kami dikumpulkan kembali. Sekali lagi, hari
itu kami mendapatkan pelajaran hidup yang sungguh Luar Biasa.
Never Underestimate Your Dreams
Kuala Lumpur identik dengan
Sepasang Gedung Pencakar Langitnya, gedung Kembar Petronas. Sebuah ikon Kuala
Lumpur, Malaysia dan tentunya bagi warga Malaysia. gedung petronas sudah
melekat dengan bangsa jiran Malaysia dan itu terlihat dalam setiap iklan dan
promosi wisata dari pihak Malaysia, find your identity and be different.
Kami kesiangan, dengan wajah
parau kami segera menunaikan kewajiban sebagai muslim, shalat subuh dengan
waktu yang semoga masih “dimaafkan”.
Tepat pagi itu merupakan salah satu perayaan bagi umat muslim, Hari Raya
Idul Adha. Kami memang telah merencanakan agar ada momen religius dari momen
petualangan kami ini. Setelah menggunakan pakaian terbaik untuk menunaikan
shalat ied. Kami melangkah menuju stasiun kereta terdekat untuk menuju masjid
dikawasan twin tower Petronas. Suasana Idul Adha di Kuala Lumpur tidak semeriah
dengan apa yang kami rasakan di Jakarta ataupun Timika sebagai tempat kami
berasal. Dengan jumlah mayoritas penduduk Kuala Lumpur beragama islam kami
tidak menemukan hal tersebut pada hari raya Islam yang satu ini, dan semalamnya
pun kami tidak mendengarkan dentuman takbiran menyambut hari raya qurban
tersebut, mungkin tradisi keislaman di Indonesia dan Malaysia memiliki sedikit
perbedaan dan itu menurut kami wajar wajar saja. Sesi pemotretan pastinya kami
tidak lewatkan, sebelum dan sesudah shalat Ied, kami abadikan momen kemeriahan
idul adha di negeri tetangga, dengan background sebuah masjid dan gedung
petronas menambah momen itu sangat bernilai.
Setelah shalat ied, salah satu
anggota Laskar Koteka harus segera mendahului kami ke tanah air dikarnakan
sudah harus masuk kerja untuk esok harinya. sehingga anggota laskar koteka yang
masih harus bertahan hidup di Kuala Lumpur bersisa 3 Orang. Petualangan pun
berlanjut, selama menghabiska 2 hari terakhir di kuala lumpur, kami upayakan
agar tidak melewatkan satu tempat-pun walaupun akhirnya memang waktu 2 hari
masih terasa kurang untuk menjelajahi semua spot menarik di kuala Lumpur ini,
dan soal makanan kami merasa lega selama di kuala lumpur dibanding sewaktu di
singapura, selain karna faktor kehalalan makanan yang lebih terjamin disamping
itu tapi juga faktor ekonomisnya, hampir selama di singapura kami tidak jajan
ataupun makan di rumah makan, kami mengandalkan bekal roti kami yang dibawah
dari tanah air. Ternyata keadaan mendesak bisa membuat orang bisa menjalani
hidup sesulit apapun, namun cerita itu berbalik 180 derajat sewaktu di kuala
lumpur, melihat harga makanan di rumah makan dekat penginapan, membuat kami
tergoda untuk mencobanya. Alhasil selama di kuala lumpur wisata kuliner menjadi
salah satu agenda kami. Malam terakhir sebelum besok kami meninggalkan Kuala Lumpur,
kami menyempatkan untuk pergi ke tempat yang menjadi pusat hiburan orang
Malaysia. letaknya di dekat gedung petronas, kami melihat sepanjang jalan
begitu ramai dengan orang-orang, berbagai atraksi jalanan disajikan di pusat
kota teramai yang pernah kami kunjungi. Tempat semacam itu belum kami temukan
di Jakarta ataupun kota-kota di Indonesia yang pernah dikunjungi oleh anggota laskar
koteka. Malam itu kami habiskan dengan menikmati hiburan modern ala negeri
jiran, it’s a new experience.
Pagi pun tiba, kami bersiap-siap
untuk kembali ke tanah air, waktu terasa cepat berlalu begitu saja sejak
keberangkatan sabtu kemarin. Hari itu, rabu 23 oktober 2013 menjadi akhir
petualangan laskar koteka. Pengalaman yang kami rasa, lihat, dan hirup coba
kami ceritakan satu sama lain, dimulai dengan membicarakan negeri singapura,
nilai kehidupan disana sangat disiplin dengan tingkat keteraturan tata kota
yang rapi dan bersih. Suatu ketika kami mau menyebrang di sebuah lampu lalu
lintas, kami melihat bahwa tidak ada satupun yang menyebrang walaupun jarak
mobil masih relative jauh dari tempat penyebrangan itu, ternyata lampu
indicator pejalan kaki sudah mampu mengatur lalu lintas pejalan kaki di
singapura. Selain itu infrastruktur di singapura begitu canggih dan elegan,
untuk membeli tiket dan mengisi ulang saldo kereta/MRT kita hanya perlu mengisi
sendiri di sebuah kotak layaknya ATM. Beda singapura beda pula dengan kuala
lumpur, sebagai ibu kota dari Negara Malaysia, kuala lumpur layak di sejajarkan
dengan kota-kota maju dunia, hal itu terlihat dari kenyamanan dan kemudahan
akses publik, seperti transportasi. Dibanding dengan kota Jakarta, yang saat
ini merupakan barometer Negara maju di Indonesia, dari yang kami lihat, kuala
lumpur berada di ranking diatas Jakarta namun di bawah singapura, dari sisi
masyarakatnya, kuala lumpur tidak jauh beda dengan Jakarta, pengemis dan anak
jalanan masih ditemukan di pusat-pusat keramaian, seperti pasar.
Nilai-nilai kehidupan yang kami dapat dari kedua Negara tersebut merupakan bekal berharga bagi masing-masing anggota laskar koteka, terus bermimpi meraih apa yang menjadi impian kami membuat langkah awal yaitu memperbaiki mindset kami yang sebelumnya mungkin masih terkungkung dalam sebuah paradigma masyarakat pada umumnya berubah menjadi mindset berpikir lebih maju yang akan menjadi bekal untuk menghadapi kehidupan ke depannya. Beranilah untuk memiliki impian besar, nilai impian itu sangat mahal ketika kamu menggenggamnya, dan buktikan bahwa kamu bisa menggapainya. NEVER UNDERESTIMATE YOUR DREAMS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar